CitraMediatama.com Jakarta - Analisis risiko sudah biasa digunakan secara intuitif dalam kehidupan sehari-hari dan ketika dilakukan aktivitas profesional. Baru-baru ini analisis risiko berkembang menjadi disiplin ilmu yang lebih formal yang semakin luas digunakan di banyak bidang usaha. Dalam dunia kesehatan hewan paling sering diterapkan di bidang perkarantinaan. Analisis risiko karantina digunakan untuk membantu menentukan strategi operasi perkarantinaan dan kondisi kesehatan yang sesuai untuk hewan impor dan produk hewan yang diimpor dari luar negeri.
Analisis risiko merupakan alat yang tepat digunakan dalam perencanaan kesiapsiagaan darurat penyakit hewan. Dalam konteks ini, mudah diterapkan pada perencanaan kesiapsiagaan untuk penyakit hewan eksotik (tidak ada di suatu negara) atau strain eksotik dari agen penyakit hewan endemik. Dan tidak ada alasan mengapa kegiatan ini tidak dapat diterapkan untuk perencanaan kedaruratan kesehatan hewan lainnya.
PRINSIP-PRINSIP ANALISIS RISIKO
Analisis risiko terdiri dari tiga komponen yaitu penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko.
PENILAIAN RISIKO
Dalam komponen ini, risiko dari suatu kejadian yang muncul atau tindakan tertentu pertama kali diidentifikasi dan dijelaskan kemungkinan terjadinya risiko tersebut kemudian diperkirakan. Konsekuensi potensial dari risiko dievaluasi dan digunakan untuk memodifikasi penilaian risiko. Misalnya, penyakit eksotis dengan risiko tinggi masuk ke suatu negara akan mendapatkan skor keseluruhan yang rendah pada penilaian risiko jika hanya ada risiko rendah untuk menjadi mantap permanen atau hanya potensi konsekuensi sosial-ekonomi kecil bagi negara tersebut. Sebaliknya, risiko introduksi rendah tetapi penyakitnya berdampak tinggi akan dinilai lebih tinggi.
Penilaian risiko dapat dilakukan secara kuantitatif, semi-kuantifikasi, atau kualitatif. Secara berpadu sulit untuk mengukur angka probabilitas pada risiko dalam banyak sistem biologis, karena kurangnya preseden sejarah dan kesenjangan dalam data biologis yang tersedia. Direkomendasikan bahwa penilaian risiko kualitatif digunakan untuk penyakit eksotik. Risiko dapat digambarkan sebagai ekstrim, tinggi, sedang atau rendah, atau diberi skor pada skala sederhana, misalnya, 1 - 5 untuk tingkat risiko dan 1 - 5 untuk tingkat potensi dampak.
MANAJEMEN RISIKO
Manajemen risiko merupakan proses mengidentifikasi, mendokumentasikan dan menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi risiko dan dampaknya. Risiko tidak pernah bisa sepenuhnya dihilangkan. Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengadopsi prosedur yang akan mengurangi tingkat risiko ke tingkat yang dianggap dapat diterima. Secara keseluruhan manual ini dapat dianggap sebagai kerangka manajemen risiko untuk perencanaan kontinjensi ASF.
KOMUNIKASI RISIKO
Komunikasi risiko adalah proses pertukaran informasi dan pendapat tentang risiko antara analis risiko dan pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan dalam konteks ini mencakup semua orang yang dapat terkena dampak risiko, semua orang mulai dari peternak hingga politisi. Sangatlah penting, penilaian risiko dan strategi manajemen risiko didiskusikan secara sungguh-sungguh dengan orang-orang tersebut, sehingga mereka merasa yakin bahwa tidak ada risiko yang tidak perlu diambil dan penting bahwa biaya manajemen risiko merupakan “polis asuransi” yang berharga.
Untuk memastikan kepemilikan atas keputusan, analis risiko dan pembuat keputusan harus berkonsultasi dengan pemangku kepentingan selama proses analisis risiko sehingga strategi manajemen risiko mengatasi kekhawatiran pemangku kepentingan dan keputusan dapat dipahami dan didukung.
SIAPA YANG HARUS MELAKUKAN ANALISIS RISIKO?
Komponen penilaian risiko sebaiknya dilakukan oleh unit epidemiologi di Kantor Pusat Otoritas Veteriner Nasional sebagai bagian dari sistem peringatan dini nasional untuk Penyakit Hewan Lintas Batas atau Transboundary Animal Diseases (TAD) dan penyakit darurat lainnya. Manajemen risiko dan komunikasi risiko menjadi tugas bagi semua orang tetapi harus dikoordinasikan oleh chief veterinary officer (CVO) di Indonesia pada saat ini diemban oleh Direktur Kesehatan Hewan.
Harus diingat bahwa risiko tidak tetap statis, namun akan berubah seiring dengan faktor-faktor seperti evolusi dan penyebaran epidemi penyakit hewan secara internasional, munculnya penyakit baru, perubahan pola perdagangan internasional untuk negara dan sebagainya. Analisis risiko tidak boleh dilihat sebagai aktivitas sekali saja, namun harus diulang dan diperbarui secara teratur.
PENILAIAN RISIKO UNTUK ASF
Seperti yang dijelaskan di atas, penilaian risiko terdiri dari mengidentifikasi risiko, menilai kemungkinan realisasinya dan memodifikasinya dengan mengevaluasi potensi dampak yang ditimbulkan.
African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 % sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar.
Status internasional dan evolusi wabah ASF dan penyakit hewan lintas batas penting lainnya serta temuan ilmiah terbaru harus terus dipantau. Hal ini harus menjadi fungsi rutin unit epidemiologi Layanan Kesehatan Hewan Nasional. Selain dari literatur ilmiah, sumber informasi yang paling berharga adalah dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), melalui publikasi seperti laporan penyakit mingguan dan tahunan kesehatan hewan dunia dan interogasi dari database OIE Handistatus. Intelijen penyakit juga tersedia dari FAO, termasuk buletin penyakit hewan Lintas Batas EMPRES, yang diterbitkan setiap tiga bulan.
Server Internet dan layanan surat Promed saat tersebut menyediakan forum yang berguna untuk penyebaran cepat informasi resmi dan tidak resmi tentang kejadian penyakit hewan, tumbuhan dan manusia di seluruh dunia. Animal Health Net merupakan sumber informasi lain yang berguna.
Setelah mengidentifikasi dan membuat daftar ancaman penyakit eksotik, langkah selanjutnya adalah menilai tingkatan ancaman masuknya setiap penyakit ke suatu negara dan rute masuknya serta mekanisme masuknya penyakit.
FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERHITUNGKAN
Bagaimana distribusi ASF secara geografis dan kejadian ASF saat ini di seluruh dunia? Apakah distribusinya cukup statis atau baru-baru ini ada riwayat penyebaran ke negara, wilayah, atau benua baru?
Seberapa dekat penyakitnya? Bagaimana status negara-negara tetangga mengenai keberadaan ASF yang diketahui dan kepercayaan pada kemampuan layanan veteriner mereka untuk mendeteksi dan mengendalikan wabah penyakit?
Jika ada di negara tetangga, di mana wabah terdekat dengan perbatasan negara? Apakah ada sejarah masa lalu masuknya ASF ke negara itu? Apakah mungkin masih ada di kantong endemik infeksi yang tidak terdeteksi pada babi domestik, babi liar atau babi hutan?
Bagaimana penyakit ini menyebar? Apa peran hewan hidup, materi genetik, daging babi atau produk hewani lainnya, kutu dan hewan yang bermigrasi dalam menularkan agen etiologi?
Apakah ada impor spesies hewan, produk daging atau bahan lain yang signifikan dengan faktor risiko ASF? Apakah mereka berasal dari daerah endemik? Apakah protokol impor karantina sesuai dengan standar OIE? Seberapa amankah prosedur karantina impor?
Seberapa amankah prosedur karantina penghalang dan perbatasan untuk mencegah masuknya bahan berisiko untuk ASF secara tidak sah?
Apakah membilas babi adalah praktik umum di negara ini? Apakah ada prosedur yang memadai untuk membuat praktik ini aman?
Apakah ada penyelundupan, perpindahan ternak tidak resmi, praktik transhumance atau nomadisme yang akan menjadi risiko masuknya ASF?
Secara khusus, apakah ada kerusuhan sipil di negara-negara tetangga yang dapat mengakibatkan perpindahan besar orang dan perpindahan atau penelantaran ternak?
Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi seberapa serius konsekuensi sosial ekonomi jika ada serangan penyakit. Sekali lagi ada berbagai faktor yang harus dipertimbangkan.
Apakah penyakit ini kemungkinan akan menjadi menetap permanen di negara ini? Apakah ada populasi inang hewan yang rentan? Apakah sulit untuk mengenali penyakit dengan cepat di berbagai wilayah negara?
Seberapa besar populasi babi domestik di negara ini? Seberapa penting industri babi bagi perekonomian nasional? Apa pentingnya pemenuhan gizi dan kebutuhan masyarakat lainnya?
Bagaimana struktur industri babi di dalam negeri? Apakah ada industri produksi babi komersial yang besar atau sebagian besar terdiri dari produksi halaman belakang/desa? Apakah produksi terkonsentrasi hanya di beberapa wilayah negara?
Seberapa serius kerugian produksi akibat penyakit ini? Akankah ketahanan pangan terancam?
Apa pengaruh keberadaan penyakit tersebut terhadap perdagangan ekspor hewan dan produk hewan? Apa pengaruhnya terhadap perdagangan internal?
Apakah ada populasi spesies babi liar atau babi peliharaan yang tidak dikendalikan dengan baik dan dibiarkan berkeliaran dengan bebas? Mungkinkah ini merupakan reservoir infeksi ASF yang sulit dikendalikan?
Apakah kutu Ornithodoros spp., yang memungkinkan siklus infeksi baik sylvatic (satwa liar) maupun domestic (hewan ternak) menjadi menetap permanen ada di suatu negara?
Seberapa sulit dan mahal penyakit itu untuk dikendalikan dan diberantas? Apakah kita mampu membasminya?
Mengatasi pertanyaan dan masalah ini akan memungkinkan dapat melakukan analis untuk membangun profil risiko ASF dan membuat penilaian secara kualitatif mengenai besarnya risiko yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Yang paling penting, mendapatkan gambaran tentang bagaimana peringkat ASF dalam kaitannya dengan risiko penyakit prioritas tinggi lainnya dan sumber daya apa yang harus dicurahkan untuk kesiapsiagaan ASF dibandingkan dengan penyakit lain. Mungkin juga untuk mendapatkan beberapa gagasan tentang di mana titik-titik tekanan mungkin untuk masuknya penyakit dan bagaimana layanan kesehatan hewan dan perencanaan kontinjensi untuk ASF yang bisa diperkuat.
PENILAIAN RISIKO UNTUK ASF
Penilaian risiko yang telah dijelaskan akan bermanfaat untuk:
- Menentukan peringkat ASF dalam daftar prioritas ancaman penyakit serius bagi negara dan tingkat sumber daya apa yang harus dicurahkan untuk mempersiapkannya dibandingkan dengan penyakit lain;
- Menentukan di mana dan bagaimana protokol dan prosedur karantina perlu diperkuat;
- Menentukan bagaimana kemampuan diagnostik laboratorium perlu diperkuat;
- Merencanakan kursus pelatihan untuk SDM kesehatan hewan dan KIE kepada peternak dan masyarakat;
- Menentukan bagaimana dan di mana surveilans aktif perlu diperkuat;
- Merencanakan strategi respons cepat terhadap pengendalian dan penanggulangan penyakit.
Leave a Comment