CitraMediatama.com. Kalimantan Tengah, 30 Mei 2024 -- Dua puluh ekor arowana red banjar, salah satu spesies ikan terancam punah dan berasal dari Indonesia, telah dilepaskan kembali di Danau Haleung dan Melawen sebagai upaya untuk merevitalisasi keanekaragaman hayati akuatik di Kalimantan Tengah. Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) melalui proyek 'Mainstreaming Biodiversity Conservation and Sustainable Use into Inland Fisheries Practices in Freshwater Ecosystems of High Conservation Value' atau IFish* telah bermitra dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Global Environment Facility (GEF) di Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan untuk melestarikan populasi ikan yang telah menurun drastis akibat penangkapan ikan berlebihan dan degradasi habitat.
Arowana Asia (Scleropages formosus) yang memiliki empat varian utama: super red, golden, green, dan red banjar, adalah sumber budaya dan ekonomi berharga bagi komunitas lokal di Kalimantan Tengah. Mengakui peran dan status perlindungannya, FAO bermitra untuk melaksanakan upaya reintroduksi arowana red banjar ke habitat asli untuk memperbarui dan melestarikan populasinya. Sepuluh ekor ikan dilepaskan masing-masing di Danau Haleung dan Melawen yang telah diidentifikasi oleh para ahli sebagai lokasi yang cocok secara ekologi untuk reintroduksi ini.
"Selama beberapa dekade terakhir, populasi ikan yang dulunya melimpah di perairan kita sebagai habitat alaminya telah mengalami penurunan yang signifikan dan oleh karenanya menimbulkan kekhawatiran. Upaya reintroduksi akan memperkuat pengelolaan perikanan darat untuk memastikan keberlanjutan sumber daya, karena arowana red banjar adalah ikon dan kebanggaan Kabupaten Barito Selatan. Kami berkomitmen untuk melanjutkan dan meningkatkan upaya baik yang dimulai dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)," kata Eddy Purwanto, Sekretaris Daerah Kabupaten Barito Selatan yang mewakili Bupati Barito Selatan, Deddy Winarman. Pernyataan ini juga disampaikan oleh Kusmiatie, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan, yang mewakili Bupati Kabupaten Kapuas, "Berdasarkan Kelompok Kerja Teknis (TWG) kami, Kabupaten Kapuas berkomitmen untuk melanjutkan program-program baik ini melalui rencana strategis."
Upaya reintroduksi ini sesuai dengan pedoman teknis dari Peraturan Direktur Jenderal PRL No. 66 tahun 2022 BPSPL (Direktorat Konservasi dan Biota Perairan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP) dan melibatkan tim spesialis. Eko Nugroho, perwakilan dari kantor Global Environment Facility (GEF) Operational Focal Point di Indonesia, mengaitkan keberhasilan proyek ini dengan manajemen berbasis masyarakat yang telah diterapkan oleh IFish. "Keberhasilan proyek ini adalah partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya perikanan perairan darat serta dukungan pemerintah daerah melalui tata kelola dan kolaborasi yang menyeimbangkan kesejahteraan ekologi dan manusia. Ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Kalimantan maupun Indonesia, sehingga menjadi upaya bersama dalam melestarikan dan melindungi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati perairan darat. Kami berharap pencapaian inisiatif baik ini dapat terus menjadi agenda pembangunan daerah berikutnya."
Pencapaian proyek ini menunjukkan bagaimana keterlibatan masyarakat dan dukungan pemerintah dapat mengarah pada pengelolaan perikanan darat yang efektif sesuai dengan tujuan kementerian. "IFish adalah satu-satunya proyek kerjasama di KKP saat ini yang fokus pada pengelolaan perikanan darat. Apa yang dilakukan pemerintah daerah dan masyarakat di Danau Heleung dan Melawen adalah pencapaian dalam pengelolaan perikanan darat yang bisa dijadikan model bagi daerah lain di Indonesia. Ini sejalan dengan program prioritas KKP," katta Sitty Hamdiyah, perwakilan dari Biro Humas dan Kerja Sama luar Negeri Sekertariat Jenderal KKP.
Selain itu, Tri Handanari, perwakilan dari kantor Koordinator Proyek Nasional IFish BPPSDMKP, menekankan integrasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan darat (EAFM). "Salah satu tujuan IFish adalah memperkuat kolaborasi dalam pengelolaan perikanan darat dengan pendekatan ekosistem, yang terlihat dalam reintroduksi spesies yang terancam punah di kedua danau ini. Hal ini juga terlihat dalam pembentukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk memastikan semua pemangku kepentingan memiliki kapasitas dan kompetensi yang baik dalam pengelolaan perikanan darat."
Rajendra Aryal, Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste, mengapresiasi upaya masyarakat lokal. "Ini adalah pembelajaran nyata untuk mengamati dampak signifikan dari kegiatan proyek di lapangan dalam bidang konservasi dan restorasi ekosistem ikan yang terancam punah. Proyek ini mengadopsi praktik pengelolaan data dari bawah ke atas dengan keterlibatan kuat masyarakat lokal; dibangun di atas keterampilan tradisional, pengetahuan, dan kepercayaan masyarakat adat yang menjamin tingkat partisipasi dan kepemilikan yang tinggi. Selain itu, proyek IFish mengorganisir dan melatih perempuan dalam upaya konservasi, menempatkan mereka di pusat proyek untuk pemberdayaan."
Ke depan, Pemerintah Barito Selatan berencana memperluas reintroduksi arowana red banjar di tujuh danau lainnya yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi perikanan di mana kegiatan tersebut akan direplikasi oleh Pemerintah Kapuas melalui konservasi ikan.
Leave a Comment