CitraMediatama.com Jakarta, - Oleh: Ade Mujhiyat
(ASN di Kementerian Pertanian RI)
Kawasan perkotaan dituntut untuk memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Salah satu solusinya adalah dengan mengembangkan pertanian perkotaan (urban farming).
Pertanian perkotaan Menurut FAO (2008) merupakan kegiatan pertumbuhan, pengolahan, dan distribusi pangan serta produk lainnya melalui budidaya tanaman dan peternakan yang intensif di perkotaan dan daerah sekitarnya, dan menggunakan (kembali) sumber daya alam dan limbah perkotaan, untuk memperoleh keragaman hasil panen dan hewan ternak. Sementara menurut pendapat Haletky dan Taylor (2006) pertanian kota adalah salah satu komponen kunci pembangunan sistem pangan masyarakat yang berkelanjutan dan jika dirancang secara tepat akan dapat mengentaskan permasalahan kerawanan pangan.
Dengan demikian, pertanian perkotaan memiliki peran strategis dalam mewujudkan keragaman komoditas pangan dan menjaga stabilitas sistem pangan di masyarakat. Jika pertanian perkotaan dikembangkan secara terpadu, maka akan menjadi alternatif penting dalam mewujudkan ketahanan pangan dan pembangunan kota yang berkelanjutan
Pertanian Kota Solo
Kota Solo dikenal sebagai wilayah urban. Pesatnya pembangunan di wilayah tersebut membuat lahan hijau pertanian semakin sempit. Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Solo tentang Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 Kota Surakarta Tahap I tercatat ada 1.162 unit usaha pertanian di Kota Solo.
Sementara konsumsi pengeluaran warganya didominasi oleh komoditas pertanian. Kelompok pengeluaran tertinggi adalah padi-padian senilai Rp.70.778, kemudian sayur-sayuran Rp.51.306.
Produk usaha pertanian Kota Solo didominasi oleh peternakan sebanyak 61,85%, perikanan 15,75%, hortikultura 10,04%, dan tanaman pangan 9,81%. Usaha pertanian terbanyak berada di wilayah Kecamatan Banjarsari yaitu 33,35% dengan total 401 unit. Ada pertanian sayur, ada juga yang perikanan yang didominasi oleh kelompok wanita tani.
Kecamatan Banjarsari menjadi wilayah dengan petani terbanyak. Menurut Camat Banjarsari, Beni Supartono Putro ada 39 kelompok tani perkotaan yang terbesar di seluruh kelurahan, Tercatat ada 13 kelompok tani perkotaan di Kelurahan Nusukan dengan total anggota 268 orang, kemudian tujuh kelompok di Kelurahan Joglo beranggotakan 117 orang. Di Kelurahan Banjasari ada enam kelompok dengan total 151 orang, Kelurahan Sumber ada tiga kelompok dengan total 71 orang.
Berdasarkan kelompok usia, petani didominasi pada kelompok usia 45-54 tahun sebanyak 327 orang. Kemudian disusul kelompok usia 55-64 tahun sebanyak 299 orang, dan 35-44 tahun sebanyak 234. Kalangan muda juga meminati sektor pertanian, tercatat ada 82 petani pada kelompok usia 25-34 tahun dan 12 orang di kelompok usia 15-24 tahun.
Urban Farming dan Smart Farming
Di tengah keterbatasan lahan Kota Solo, urban farming menjadi satu solusi pengembangan pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan di kota tersebut. Menurut Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispartan KPP), Eko Nugroho Isbandijarso ada beberapa tanaman yang bisa dikembangan dengan cara urban farming. Misalnya sawi, kangkung, melon, dan lainnya.
Dengan urban farming, diharapkan bisa mendukung program ketahanan pangan di perkotaan dan menambah ruang terbuka hijau. Bahkan juga bisa menambah penghasilan masyarakat, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, dan mengurangi pengeluaran dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Guna mendukung sektor pertanian dan ketahanan pangan di Kota Bengawan tersebut, Pemkot Solo melalui Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispartan KPP), melaksanakan beberapa program seperti bantuan sarana produksi kepada kelompok tani ataupun kelompok wanita tani. Yang bisa digunakan untuk bertani di lahan terbatas, dengan sistem vertikal. Juga mix farming antara budi daya ikan dan sayuran dan buah melalui Yumin-Bumina. Juga memberikan pendidikan secara dini pada anak anak sekolah melalui program Peci Mase (Petani Cilik Masuk Sekolah), serta program office farming di kantor dan sekolah.
Yang menarik lagi, saat ini banyak anak muda Kota Solo yang tertarik di sektor agraris dan mulai menyasar ke sektor smart farming, precision farming, dan pertanian terpadu. Menurut Ketua Himpunan Petani Muda Indonesia (HPMAI) Solo, William Perdana Santoso bahwa sektor petanian di Solo masih prospektif, khususnya melalui pendekatan smart farming. William menjelaskan bahwa smart farming adalah pertanian presisi, yang semua hal tentang pertanian bisa diprediksi perhitungannya. Smart farming juga merupakan pertanian yang terpadu. Sehingga setiap produksi atau budidaya semuanya bisa dimanfaatkan tanpa sisa, terutama di proses budidaya itu sendiri. Sebagai contoh ketika panen selada, sortiran selada bisa diberikan ke maggot. Maggot bisa untuk makan ikan, dan air kotoran ikan bisa untuk menyiram tanaman yang lain. Jadi, setiap hal di proses budidaya tidak ada yang terbuang sia-sisa.
Selain itu, guna menyiasati keterbatasan lahan untuk pertanian konvensional, maka bisa dilakukan juga dengan kegiatan instalasi hidroponik. Yang diatur dengan bentuk menyesuaikan pada lahan yang ada. Memilih sistem pertanian hidroponik untuk menyiasati ketebatasan lahan adalah cara yang solutif untuk pengembangan pertanian di perkotaan. Sehingga ketahanan pangan masyarakat kota tetap terjaga dengan baik. Wallahu a’lam…
Leave a Comment