Now Loading

Kenaikan Harga Gabah, Kelapa Sawit dan Kopi Berimplikasi Terhadap Kenaikan NTP Juli 2024

Kenaikan Harga Gabah, Kelapa Sawit dan Kopi Berimplikasi Terhadap Kenaikan NTP Juli 2024
Sumber Foto: Narasumber

CitraMediatama.com-Jakarta. NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP telah ditetapkan menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan Pertanian. NTP dipakai untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi dan biaya produksi. Oleh karena itu, NTP tidak memiliki hubungan langsung dengan kesejahteraan petani.

Ada 3 interpretasi NTP. Pertama, jika NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Dengan mengasumsikan perubahan yang terjadi hanya pada aspek harga saja, sementara aspek-aspek lainnya tetap, maka dapat dikatakan bahwa pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya. Kedua, jika NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya, dan Ketiga, jika NTP< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.

Nilai NTP dibentuk dari 5 sub sektor, yaitu: (1) Sub Sektor Tanaman Pangan yang mencakup padi dan palawija; (2) Sub Sektor Hortikultura yang mencakup sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan  tanaman obat-obatan; (3) Sub Sektor Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) yang mencakup kelapa, kopi robusta, cengkeh, tembakau, dan kapuk odolan (komposisi komoditas bervariasi antara daerah); (4) Sub Sektor Peternakan yang mencakup ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (kambing, domba, babi, dll), unggas (ayam, itik, dll), hasil-hasil ternak (susu sapi, telur, dll); dan (5) Sub Sektor Perikanan yang mencakup perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

Sedangkan untuk indeks yang dibayarkan untuk petani terdiri dari komponen: 1) indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) terdiri dari: Makanan, Minuman, dan Tembakau; Pakaian dan Alas Kaki; Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga; Perlengkapan, Peralatan, dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga; Kesehatan; Tranportasi; Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan; Rekreasi, Olah Raga, dan Budaya; Pendidikan; Penyediaan Makanan dan Minuman / Restoran; Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. 2) Biaya produksi dan Penambahan barang modal/BPPBM terdiri dari : Bibit; Obat-obatan, Pakan, Pupuk, dan Pestisida; Sewa dan Pengeluaran Lainnya; Transportasi dan Komunikasi; Barang Modal; dan Upah Buruh.

Fakta dan Analisis Faktor Penyebab Kenaikan NTP

Perkembangan NTP Juli 2024

Secara nasional, NTP gabungan  bulan Juli 2024 sebesar 119,61% naik sebesar 0,70% dibanding bulan Juni 2024. Indeks yang diterima petani naik 0,31%, sementara indeks yang dibayarkan turun -0,39%, menyebabkan kenaikan NTP secara nasional.

Kenaikan NTP pada Juli 2024 disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun biaya produksi dan penambahan barang modal. Indeks konsumsi rumah tangga turun dari 122,94 menjadi 122,27 pada bulan Juli atau turun 0,67 poin, sementara indeks barang modal naik namun relatif kecil (0,02 poin).

Jika dilihat lebih rinci, NTP beberapa per sub sektor mengalami pertumbuhan positif, utamanya pada NTP Tanaman Pangan (NTPP) naik sebesar 2%, dan NTP Perkebunan (NTPR) juga berhasil mempertahankan tren positif naik sebesar 1,32%.

Penyebab Kenaikan NTP Subsektor  Tanaman Pangan dan Perkebunan.

Pada Sub Sektor Tanaman Pangan, terjadi kenaikan dari 106,20 menjadi 108,32 (naik 2%). Peningkatan NTPP tersebut disebabkan oleh naiknya indeks harga yang diterima oleh Petani dari 129,29 menjadi 131,36 (naik 1,61%) khususnya dari padi (Gabah). Walaupun indeks harga tanaman palawija menurun, namun bobot tanaman padi yang jauh lebih tinggi menyebabkan kenaikan NTPP. Pada bulan Juli, walaupun terjadi kenaikan indeks harga barang modal 0,08 poin, namun penurunan indeks harga yang dibayarkan untuk makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,38 poin memicu kenaikan NTPP. Pada Sub Sektor Perkebunan, terjadi kenaikan dari 149,40 menjadi 151,37 (naik 1,32%). Peningkatan NTPR tersebut disebabkan oleh naiknya indeks harga yang diterima oleh Petani dari 181,87 menjadi 183,39 naik 0,84% khususnya dari Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) dari komoditas kelapa sawit dan kopi.

Perkembangan NTP Januari s.d Agustus 2021-2023

Tren perkembangan NTP pada bulan Januari s.d Agustus tahun 2021-2023 mengalami fluktuasi. Selama 3 tahun periode tersebut, terjadi perubahan NTP sebesar (1,1%), (1,9%) dan (1,1%). Dengan melihat rata-rata NTP tersebut, NTP pada  bulan Agustus 2024 maka diperkirakan naik sebesar 1,41%.

Upaya yang harus dilakukan untuk menaikkan NTP Agustus 2024

BPS memprediksi luas panen pada bulan Agustus 2024 sebesar 943 ribu ha atau 4,62 juta ton GKG atau setara 2,66 juta ton beras (konsumsi 2,58 juta ton beras), sehingga surplus pada bulan tersebut 80 ribu ton. Produksi padi pada bulan tersebut relatif sedikit mengingat masih masuk musim kering. Pada panen tersebut, kualitas gabah dan setara beras yang dihasilkan cenderung memiliki kadar air dan tingkat broken yang lebih rendah jika dibandingkan dengan panen pada musim sebelumnya, hal ini akan berimplikasi terhadap kenaikan harga gabah baik di tingkat produsen (petani) dan penggilingan. Namun, potensi La Nina yang menurut BMKG terjadi mulai awal bulan Agustus pada beberapa wilayah, akan menyebabkan peningkatan curah hujan dan berimplikasi terhadap kualitas padi yang dihasilkan.

Oleh karena itu, agar nilai NTP pada bulan Agustus 2024 dapat terjaga atau naik serta untuk merespon harga pangan dan kebutuhan barang/modal di tingkat konsumen, pemerintah perlu memaksimalkan sumber air yang masih tersedia di beberapa wilayah seperti Jatim, Jateng, DIY, dan Jabar, serta sebagian wilayah NTT untuk percepatan tanam padi. Pada komoditas strategis penyebab inflasi, Pemerintah melalui Kemendagri, BI, Kemendag, Bapanas, dan Kementan terus berkolaborasi dalam pengendalian harga pangan khususnya beras, cabai bawang, minyak, dan daging melalui peningkatan insentif dan stabilisasi harga pasar untuk menekan indeks yang dibayarkan oleh petani.

Opini ini ditulis oleh:
Dr. Wahyudi, S.TP., M.Eng | Doktor Bidang Pembangunan Pertanian
Fungsional Perencana Ahli Muda | Biro Perencanaan Kementerian Pertanian
IKATANI UNS
Research Gate: Wahyudi Wahyudi (researchgate.net)

Leave a Comment